Arogansi Korporasi diantara Lemahnya Hukum
Melihat berbagai kasus hukum yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini cukuplah menarik untuk kita perhatikan dan sekaligus memicu munculnya berbagai "rasa keadilan" yang terkoyak dalam benak mayoritas rakyat Indonesia. Ada apa dengan Sistem Peradilan kita?Masih adakah keadilan bagi mereka yang miskin dan lemah?
Setelah sekian lama masyarakat kita memberikan image negatif kepada aparat hukum kita, kini image tersebut akan semakin gelap. Setelah melihat beberapa kasus yang terjadi seperti Cicak vs Buaya, kemudian perkembangan kasus Prita Mulyasari yang akhirnya memvonis denda Rp 204 juta, kasus Mbok Minah yang divonis tahanan rumah selama 3 bulan karena mencuri 3 biji Cokelat, kisah Buruh Tani yang diancam pidana 5 tahun karena curi 3 semangka, Kisah Aguswandi yang dipenjara karena numpang charge HP di mall. Mungkin sangat ironis sekali ketika masih banyak pejabat yang korupsi bermilyar-milyar dan kebal terhadap hukum bahkan masih bisa jalan-jalan ke Singapura, sedangkan banyak orang miskin yang dipenjara dan didakwa bersalah karena mencuri hal-hal yang kecil.
Memang benar bahwa sekecil apapun,perbuatan mencuri itu tidak bisa dibenarkan. Namun ketika melihat motif dibalik perbuatan pencurian tersebut,seharusnyalah kita berpikir ulang. Sangatlah berbeda dengan motif para koruptor yang jelas untuk memperkaya diri, kebanyakan kasus pencurian yang dilakukan oleh orang miskin hanyalah untuk bertahan hidup ataupun motif sepele lainnya. Dan pada dasarnya,bukanlah kesalahan mereka kalo sampai perbuatan pencurian tersebut terjadi. Ketika kemiskinan masih ada,kasus-kasus seperti diatas masih akan sangat banyak terjadi. Kemiskinan adalah masalah terbesar bangsa ini.
Sisi menarik dari berbagai kasus hukum tersebut adalah fenomena munculnya Arogansi Korporasi yang semakin kuat diantara lemahnya hukum di negara kita. Sebagai contoh adalah pengajuan tuntutan RS OMNI International terhadap Prita Mulyasari, pengajuan tuntutan PT Jakarta Sinar Intertrade (pengelola) dan PT Duta Pertiwi Tbk (developer) Apartemen Roxy Mas terhadap Aguswandi, pengajuan tuntutan PT Rumpun Sari Antan (RSA) terhadap mbok Minah.
Cukup miris memang, ketika melihat aksi korporasi-korporasi tersebut. Ketika sebuah korporasi yang memiliki sumber dana yang kuat bersinergi dengan aparat hukum yang kiblat moralnya kearah uang, kemudian beraksi melawan rakyat biasa dengan mengatasnamakan hukum. Bisa dipastikan bahwa si miskin pasti akan kalah di mata hukum! Hukum mungkin tidaklah salah, Aparatnyalah yang memungkinkan hukum itu bisa salah!
Ketika aparat hukum menafsirkan hukum secara tekstual maka akan sangat berbahaya aparat tersebut. Mengutip pernyataan mantan Hakim Agung, Bisman Siregar, "seharusnyalah para hakim selalu bertindak mengandalkan hati nurani setiap kali mengambil keputusan. Sebab baginya, hati nurani tidak bisa diajak berbohong"
Kasus Korporasi terhadap orang biasa bukanlah hal yang baru. Di banyak negara besar kasus-kasus seperti ini juga banyak terjadi. Perbedaannya adalah mekanisme hukum di negara maju sudah berjalan dengan baik sedangkan di Indonesia mekanisme hukum kita masih sangat buruk. Seperti kasus raksasa rokok Brown and Williamson Tobacco yang sangat fenomenal, bahkan sampai dibuat filmnya dan kasus besar lainnya.
Meskipun kita mengaku sebagai negera demokratis terbesar di dunia,namun dalam sebuah sistem kapitalisme global dan masih berjalannya proses kematangan berdemokrasi, aspek hukum di Indonesia masih sangatlah rentan terhadap netralitas dan keobyektifitasannya. Hukum masih sangat rentan dimana kekuasaan akan sangat mudah masuk dan memanipulasi hukum itu sendiri.
Dalam sebuah sistem kapitalisme dimana kekuasaan ditentukan oleh siapa yang memegang sumber-sumber daya yang ada (baca : uang), sangatlah rentan sebuah keadilan di mata hukum akan didasarkan pada Hukum itu sendiri. Kebanyakan yang terjadi adalah dimana keadilan itu sendiri cenderung menjadi bagian dari kekuasaan yang ada,akibatnya hukum akan terjangkau bagi para kapitalis dan mereka yang miskin akan kurang atau tidak akan tersentuh oleh keadilan hukum itu sendiri. Mengutip pernyataan Lord Acton yang sangat terkenal "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men."
Setelah sekian lama masyarakat kita memberikan image negatif kepada aparat hukum kita, kini image tersebut akan semakin gelap. Setelah melihat beberapa kasus yang terjadi seperti Cicak vs Buaya, kemudian perkembangan kasus Prita Mulyasari yang akhirnya memvonis denda Rp 204 juta, kasus Mbok Minah yang divonis tahanan rumah selama 3 bulan karena mencuri 3 biji Cokelat, kisah Buruh Tani yang diancam pidana 5 tahun karena curi 3 semangka, Kisah Aguswandi yang dipenjara karena numpang charge HP di mall. Mungkin sangat ironis sekali ketika masih banyak pejabat yang korupsi bermilyar-milyar dan kebal terhadap hukum bahkan masih bisa jalan-jalan ke Singapura, sedangkan banyak orang miskin yang dipenjara dan didakwa bersalah karena mencuri hal-hal yang kecil.
Memang benar bahwa sekecil apapun,perbuatan mencuri itu tidak bisa dibenarkan. Namun ketika melihat motif dibalik perbuatan pencurian tersebut,seharusnyalah kita berpikir ulang. Sangatlah berbeda dengan motif para koruptor yang jelas untuk memperkaya diri, kebanyakan kasus pencurian yang dilakukan oleh orang miskin hanyalah untuk bertahan hidup ataupun motif sepele lainnya. Dan pada dasarnya,bukanlah kesalahan mereka kalo sampai perbuatan pencurian tersebut terjadi. Ketika kemiskinan masih ada,kasus-kasus seperti diatas masih akan sangat banyak terjadi. Kemiskinan adalah masalah terbesar bangsa ini.
Sisi menarik dari berbagai kasus hukum tersebut adalah fenomena munculnya Arogansi Korporasi yang semakin kuat diantara lemahnya hukum di negara kita. Sebagai contoh adalah pengajuan tuntutan RS OMNI International terhadap Prita Mulyasari, pengajuan tuntutan PT Jakarta Sinar Intertrade (pengelola) dan PT Duta Pertiwi Tbk (developer) Apartemen Roxy Mas terhadap Aguswandi, pengajuan tuntutan PT Rumpun Sari Antan (RSA) terhadap mbok Minah.
Cukup miris memang, ketika melihat aksi korporasi-korporasi tersebut. Ketika sebuah korporasi yang memiliki sumber dana yang kuat bersinergi dengan aparat hukum yang kiblat moralnya kearah uang, kemudian beraksi melawan rakyat biasa dengan mengatasnamakan hukum. Bisa dipastikan bahwa si miskin pasti akan kalah di mata hukum! Hukum mungkin tidaklah salah, Aparatnyalah yang memungkinkan hukum itu bisa salah!
Ketika aparat hukum menafsirkan hukum secara tekstual maka akan sangat berbahaya aparat tersebut. Mengutip pernyataan mantan Hakim Agung, Bisman Siregar, "seharusnyalah para hakim selalu bertindak mengandalkan hati nurani setiap kali mengambil keputusan. Sebab baginya, hati nurani tidak bisa diajak berbohong"
Kasus Korporasi terhadap orang biasa bukanlah hal yang baru. Di banyak negara besar kasus-kasus seperti ini juga banyak terjadi. Perbedaannya adalah mekanisme hukum di negara maju sudah berjalan dengan baik sedangkan di Indonesia mekanisme hukum kita masih sangat buruk. Seperti kasus raksasa rokok Brown and Williamson Tobacco yang sangat fenomenal, bahkan sampai dibuat filmnya dan kasus besar lainnya.
Meskipun kita mengaku sebagai negera demokratis terbesar di dunia,namun dalam sebuah sistem kapitalisme global dan masih berjalannya proses kematangan berdemokrasi, aspek hukum di Indonesia masih sangatlah rentan terhadap netralitas dan keobyektifitasannya. Hukum masih sangat rentan dimana kekuasaan akan sangat mudah masuk dan memanipulasi hukum itu sendiri.
Dalam sebuah sistem kapitalisme dimana kekuasaan ditentukan oleh siapa yang memegang sumber-sumber daya yang ada (baca : uang), sangatlah rentan sebuah keadilan di mata hukum akan didasarkan pada Hukum itu sendiri. Kebanyakan yang terjadi adalah dimana keadilan itu sendiri cenderung menjadi bagian dari kekuasaan yang ada,akibatnya hukum akan terjangkau bagi para kapitalis dan mereka yang miskin akan kurang atau tidak akan tersentuh oleh keadilan hukum itu sendiri. Mengutip pernyataan Lord Acton yang sangat terkenal "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men."
2 April 2010 pukul 22.31
info yang menarik !
23 Januari 2011 pukul 20.33
itulah sob,ternyata hukum negeri ini belum bisa adil untuk sebagian lapisan masyarakat
24 Mei 2012 pukul 00.50
kapan ya sosok satria pininggit yang akan membawa keadilan dan kedamaian lahir dinegeri ini,apa itu hanya mitos belaka??
8 November 2012 pukul 04.46
hukum di indonesia sekarang ini hanya diperuntukkan bagi kaum miskin dan lemah. orang2 kuat dan kaya seolah-olah berada di atas hukum itu sendiri
17 Oktober 2013 pukul 23.32
terimakasih infonya. sangat bermanfaat ne buat saya dan saya yakin juga bermanfaat buat pembaca lainnya.